Mar 22, 2015

How to Manage Your Money (Perspektif Khatolik) - 4

II.        Tanggapan
            Pada bagian ini kami akan memberikan tanggapan mengenai subjudul yang begitu menarik antara kekayaan dan juga bahaya uang. Kami melihat hal ini yang sangat penting dan paling berpengaruh dalam kehidupan. Namun, kami tidak akan banyak membahas mengenai studi Alkitabiah  seperti yang sudah dipaparkan oleh Larry Burkett tetapi akan melihat dari segi studi sosial, bagaimana sebenarnya realitas pengelolaan yang terjadi dalam kalangan Kristen terutama gereja yang banyak sekali disoroti sekarang.

2.1.      Apakah Kekayaan itu?
Kekayaan adalah sebuah terminologi yang memiliki banyak pengertian.


 Menurut kamus Oxford Advanced Learner’s dictionary, Kekayaan (wealth) adalah sebuah jumlah yang besar dari uang, properti dan lainnya; keadaan menjadi kaya.[13] Sedangkan dalam bahasa Yunani diterjemahkanplou/toj yang juga diartikan sebagai berkelimpahan, atau berkat kekayaan. Demikianlah makna kekayaan jika dikaji secara lexical. Setelah membaca buku Larry Buckett, kami melihat kebenaran bahwa dewasa ini begitu banyak manusia yang ingin mencari kekayaan dunia. Mereka tidak lagi mementingkan kehidupan rohaninya. Demi kekayaan yang mereka capai, mereka menggunakan segala cara untuk mendapatkan. Hal ini yang terjadi dalam kehidupan orang termasuk juga kita orang-orang Kristen yang sering melupakan maksud Allah. Mengenai jiwa kehidupan orang Kristen dilontarkan  sebagai berikut:
            “Semakin bergejolak tampaknya hasrat materialisme untuk mempengaruhi hati manusia yaitu keinginan yang ingin mencintai dan memuja uang dan harta. Banyak dibentuk pemikiran-pemikiran dan usaha bagaimana agar semanya itu menjadi harta dan uang, bagaimana mencari jalan yang cepat untuk mencarinya yang sampai merajai hati dan pikiran manusia. Belakangan ini banyaknya yang mencari kesenangan yang kemudian menguasai hati dan pikiran manusia. Terlebih memperbaiki kehidupan manusia sehingga lupa memperhatikan apa yang penting untuk kehidupan spiritualnya. Jika tidak seimbang pembangunan fisik dan pembangunan spiritual mudahnya orang tergoda dan terjatuh dalam hal materialisme. Tetapi seharusnya setiap orang, keluarga dan bangsa bersungguh-sungguh meningkatkan pembangunan mental spiritual.”[14]


Dari sini kita melihat bahwa sebenarnya kekayaan sangat mempengaruhi pembangunan iman dan pembangunan spiritual dari pada setiap orang di dunia. Demikian juga kita sebagai orang Kristen tidak juga terlepas dari masalah kekayaan atau perebutan uang dalam kehidupannya.
Dalam konteks masalah manajemen keuangan, kami melihat bagaimana pentingnya orang Kristen bisa mengelola uang. Karena persekutuan orang Kristen adalah gereja, maka akan ada kesinambungan bagaimana orang-orang Kristen mengelola keuangan dalam gereja. Sebab pada umumnya, permasalahan yang timbul dari pada suatu “organisasi” berawal dari masalah kekayaan atau pengejaran akan keuntungan. Jika menurut Larry Burkett bahwa pengelolaan uang orang Kristen harus berlandaskan pada alkitabiah, maka apa sebenarnya yang menjadi rahasia kegagalan kebanyakan orang Kristen gagal dalam pengelolaan uang? Apakah kita puas hanya dengan jawaban “sikap kita saja yang mempengaruhinya.”? Jika ya, maka semua masalah keuangan di dunia terselesaikan.
Buku ini hanya menjawab masalah dari sudut pandang orang pertama yang menekankan proses pengendalian diri dan manajemen diri sendiri, tetapi jika kita melihat secara luas, bahwa pada dasarnya pribadi adalah bagian dari pada masyarakat yang majemuk, tentu keberhasilan kita juga dipengaruhi masyarakat. Kalau kita hanya memandang dari segi alkitabiah memang semuanya kelihatan begitu indah, tetapi tidak semudah untuk melakukannya. Inilah yang menjadi tantangan bagi orang Kristen dalam gereja sekarang ini.
Gereja harus mampu mengatur keuangannya sendiri agar jemaat dapat bertumbuh. Kegagalan gereja sendiri sering terjadi dari masalah internalnya. John B. Pasaribu dalam bukunya juga melihat bahwa pada kesempatan lain gereja juga yang sudah memasuki manajemen kepedulian dan sesudah didalamnya mulai melihat dan tergiur bahwa kegiatan duniawi sangat menarik dan menggiurkan, lalu mencari segala upaya untuk meraih dan menikmatinya. Dua hal yang menyebabkan pelayan Tuhan baik pendeta maupun lainnya terperosok dalam dosa, walaupun yang bersangkutan tidak pernah mengakui dosa itu. Seperti uang atau kekayaan dan moral/dunia maksiat. Ada yang terobsesi mencari uang dan kekayaan dan ada juga yang memanfaatkan keadaannya sebagai hamba Tuhan untuk melakukan tindakan amoral dan memasuki maksiat dunia sekalian. Pelayan firman harus memiliki kekudusan sendiri, yang menjadi ciri khasnya. Keberadaan mereka ditengah masyarakat luas perlu memiliki identitas dan mempertahankan kekudusan itu.[15]
Lalu bagaimana gereja menjawab masalah internal ini, jika para pelayan Tuhan yang dianggap kudus melakukan demikian, bagaimana dengan jemaatnya? Berarti dalam Gereja butuh kepemimpinan yang sejati dalam pengelolaan jemaatnya baik dari segi keimanan dan juga segi pembangunan jemaat. Jadi intinya, gereja memang butuh pemimpin yang sejati dalam pengolalaan gereja. Pemimpin yang teliti dan ulet dalam pelayanannya. Radesman memberikan gambaran terhadap Kepemimpinan Kristiani bahwa motivasi dan sasaran kepemimpinannya harus dilandaskan oleh aspek-aspek iman Kristen yang bisa membantu memberikan dukungan kepada tugas kepemimpinnya.[16] Setidaknya sasarannya adalah Kehendak Allah dalam komunitas kerja, dan Ciri komunitas yang mendukung kehendak Allah.
Haryono Somarso melihat bahwa kelemahan atau titik lemah yang ada pada setiap organisasi ada dalam Anggaran Keuangan. Anggaran Keuangan dibutuhkan antara lain untuk pengetahuan tentang: Penyediaan dana baik untuk investasi maupun operasional yang diharapkan tersedia dari penyandang dana; masuk keluarnya dana dari hasil operasional yang ada kaitannya dengan modal usaha; kekayaan usaha, apakah cukup dianggarkan dengan “kekuatan sendiri”, atau harus ada bantuan dari perbankan atau lembaga keuangan lainnya.

Tanpa suatu anggaran keuangan yang jelas dan transparan, maka usaha itu akan berjalan dalam kegelapan. Kadang-kadang orang tidak bisa membedakan antara uang kas ditangan dan uang yang masih berupa tagihan. Bisakah tagihan itu berpindah menjadi uang kas di tangan? Tanpa anggaran keuangan yang baik dan bisa dipercaya, maka akan benar-benar beroperasi dalam kegelapan.[17]Utang yang terlalu besar juga dapat melumpuhkan pelayanan sebuah gereja. Memang peminjaman uang secara bijaksana itu dapat menentang para anggota gereja untuk beriman serta berkorban. Tetapi utang yang sulit dilunasi itu dapat membayang-bayangi perjalanan jemaat bertahun-tahun lamanya. [18]Bukan hanya keuangan gereja yang dibukukan, tetapi keuangan dalam rumah tangga juga, artinya keuangan pribadi. Karena betapa sering pelayan berhutang karena uang habis sebelum pertengahan bulan atau sebelum minggu terakhir. Memang sebagai pelayan uang kita tidak banyak tetapi sistem manajemen keuangan pribadi itu tetap harus dikerjakan dengan baik. Akhirnya, Jahenos menyimpulkan bahwa gereja itu adalah persekutuan orang-orang yang diutus Tuhan, sebab itu perlu diadakan pengorganisasian yang baik agar memberikan pengaruh kepada masyarakat.[19]
Masalah-masalah inilah yang menjadi kelemahan dalam pengelolaan uang yang terdapat pada kehidupan sosial kita. Makanya harus dipahami bahwa dalam pengelolaan uang yang baik tidak hanya butuh pribadi yang spiritual tetapi juga komunitas yang mendukung dalam proses pengelolaan yang benar.

2.3.      Bahaya Uang
Masalah keuangan merupakan masalah yang pelik dan halus. Perkara ini sering dan dibicarakan dalam kehidupan kepemimpinan. Tetapi justru kegagalam hamba Tuhan terletak pada ketidakmampuannya mengurus keuangan karena itu perlu mengurus keuangan hamba Tuhan. Oleh karena iitu, perlu membuat pembukuan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran. Ini penting untuk melatih diri untuk bertanggung jawab terhadap keuangan. Dan setiap uang yang diterima gereja dari Tuhan harus dipertanggung jawabkan kembali kepada-Nya. Dari belajar mempertanggung jawabkan keuangan itu bermaksud untuk menjadi pemimpin di dalam gereja yang dapat mempertanggung jawabkan keuangan yang dipercayakan oleh gereja kepada para hamba Tuhan.
Dalam pelayanan hamba Tuhan di dalam gereja sering ditemukan campur tangan dari istri pelayan terhadap manajemen keuangan gereja. Hal ini tidak boleh terjadi karena akan dapat menimbulkan kecurigaan dari jemaat. Karena belum tentu kita berbuat salah atau kecurangan tetapi menimbulkan kecurigaan. Karena bila pelayan mempunyai kekuasaan, istrinya ikut ambil bagian, mungkin saja orang berpikir bahwa kekuasaan itu jadi wadah penyelewengan.
Mengapa hal itu perlu kita bicarakan?Sebab pelayan kehilangan kepercayaan dalam keuangan, itu berarti pelayan itu sudah gagal. Bahkan kegagalan total. Karena itu mulailah membuat pembukuan pribadi dengan teratur sehingga pemasukan dan pengeluaran dapat dilihat dan dipertanggung jawabkan dengan jelas. Karena pembukaan keuangan gereja yang bertanggung jawab atau professional sering kali kurang diperhatikan. Oleh karena itu, pelayan harus menjadi contoh dalam urusan keuangan dalam rumah tangganya (bnd. Lukas 3:14 “Cukuplah dirimu dengan gajimu” ; Filipi 4:11 “Belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan” ; Ibrani 13:5 “Cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu.”[20]
Tuhan menyatakan bahwa uang memang merupakan alat penukar atau alat pembayaran atau alat mendapatkan sesuatu. Namun diingatkan pula bahwa manusia jangan cinta atau loba atau memburu uang atau menjadi hamba uang sebagaimana terlihat dalam bagian Alkitab berikut ini
a.       Untuk tertawa orang menghidangkan makanan, anggur meriangkan hidup dan uang memungkin semuanya itu (Pengkotbah 10:19)
b.      Karena akar segala kejahatan adalah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka. Tetapi engkau manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan (1 Timotius 6:10-11)
c.       Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman : “aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan aku sekali-kali tidak akan meninggkan engkau (Ibrani 13:5).
d.      Siapa yang mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Ini pun sia-sia. Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya. Dan apakah keuntungan pemiliknya selain daripada melihatnya? (Pengkotbah 5:9-10)[21]



2.3.      Pengelolaan Uang
Bagaimana orang miskin dapat mengelola uang sedangkan ia tidak memiliki uang? Pada dasarnya orang miskin  menjadi semakin miskin karena tidak bisa mengelola dengan baik. Pengelolaan uang seharusnya mengikuti filsafat ekonomi yaitu: pemasukan harus lebih besar dari pada pengeluaran. Dengan demikian maka tidak akan terjadi kemiskinan. Namun memang penyebab kemiskinan itu sendiri bukan terletak pada masalah pengelolaan uang, tetapi justru pada pribadi yang “MALAS”.
Kesuksesan orang dalam mengelola uang tidak terlihat dari hartanya saja tetapi bagaimana seseorang itu memiliki jiwa diakonal. Aspek diakonal yang dimaksud adalah bagaimana kita mengelola/menggunakan uang untuk tujuan pelayanan atau untuk menolong. Jadi dengan aspek ini, kita disarankan untuk tidak mencari dan menimbun harta untuk kepentingan kita pribadi, tetapi bagaimana harta kita juga bisa menolong orang lain yang membutuhkan namun bukan dalam rangka pemberian secara cuma-cuma. Jadi kita juga memotivasi orang miskin tersebut untuk tidak hanya mengharapkan belas kasihan saja, tetapi ia juga berusaha untuk bekerja dalam memperbaiki kehidupannya. Usaha diakonal ini bisa kita lihat dengan adanya bentuk peminjaman uang tanpa bunga baik pribadi maupun organisasi.
Dasar teologi terhadap manajemen pengelolaan uang dapat kita ambil dari Mat. 7:12 yaitu Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Nats ini dimaksudkan bahwa pengelolaan uang yang seyogianya kita peroleh dari Allah sendiri harus kita gunakan secara positif setidaknya lebih mendekatkan kita kepada Tuhan Allah  yang memberikan berkat itu sendiri. Semakin banyak harta yang kita miliki hendaknya tidak membuat kita semakin sombong, pelit, dan kikir dan bahkan melupakan Tuhan sebagai sumber dari segalanya itu.
Pengelolaan uang harus juga dilakukan secara missioner, artinya dengan menggunakan uang sebagai media kita untuk membuat orang lain lebih percaya kepada Tuhan. Dengan uang kita menjadikan uang itu sebagai sebuah cerminan kepada orang lain bahwa sebenarnya uang itu berasal dari Tuhan. Dengan demikian, percaya kepada Tuhan bukanlah membuat kita semakin miskin tetapi justru semakin kaya baik jasmani dan rohani. Jadi dengan penggunaan uang kita juga mampu menyebarkan injil kepada orang melalui kesuksesan dan kesaksian Tuhan yang telah bekerja membangun keuangan kita.
Di dalam pengelolaan uang bagi jemaat yang miskin, gereja juga perlu mengadakan beberapa metode pendekatan agar mereka dapat mengetahui bahwa gereja turut memperhatikan rakyat yang miskin. Metode pendekatan yang dilakukan yaitu dengan metode persuasif, edukatif dan akomodatif.
·         Metode persuasif yaitu melakukan pendekatan melalui penyuluhan-penyuluhan baik melalui ceramah maupun berkomunikasi langsung dengan mereka karena ini akan membuat jemaat yang miskin lebih tertarik di dalam mengelola uang yang lebih baik.
·         Metode edukatif yaitu melakukan pendekatan dengan bersikap dan bertingkah laku seperti pendidik, dengan sabar memberikan arahan dan membimbing mereka untuk menggunakan uang dengan lebih baik.
·         Metode akomodatif yaitu melakukan pendekatan dengan memberikan jalan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh jemaat dalam penggunaan uang.[22]

selanjutnya Kesimpulan dan saran

No comments: