II. Tanggapan
Pada bagian ini kami akan memberikan tanggapan mengenai
subjudul yang begitu menarik antara kekayaan dan juga bahaya uang. Kami
melihat hal ini yang sangat penting dan paling berpengaruh dalam
kehidupan. Namun, kami tidak akan banyak membahas mengenai studi
Alkitabiah seperti yang sudah dipaparkan oleh Larry Burkett tetapi akan
melihat dari segi studi sosial, bagaimana sebenarnya realitas
pengelolaan yang terjadi dalam kalangan Kristen terutama gereja yang
banyak sekali disoroti sekarang.
2.1. Apakah Kekayaan itu?
Kekayaan adalah sebuah terminologi yang memiliki banyak pengertian.
Menurut kamus Oxford Advanced Learner’s dictionary, Kekayaan (wealth)
adalah sebuah jumlah yang besar dari uang, properti dan lainnya; keadaan
menjadi kaya.[13] Sedangkan dalam bahasa Yunani diterjemahkanplou/toj
yang juga diartikan sebagai berkelimpahan, atau berkat kekayaan.
Demikianlah makna kekayaan jika dikaji secara lexical. Setelah membaca
buku Larry Buckett, kami melihat kebenaran bahwa dewasa ini begitu
banyak manusia yang ingin mencari kekayaan dunia. Mereka tidak lagi
mementingkan kehidupan rohaninya. Demi kekayaan yang mereka capai,
mereka menggunakan segala cara untuk mendapatkan. Hal ini yang terjadi
dalam kehidupan orang termasuk juga kita orang-orang Kristen yang sering
melupakan maksud Allah. Mengenai jiwa kehidupan orang Kristen
dilontarkan sebagai berikut:
“Semakin bergejolak tampaknya hasrat materialisme untuk
mempengaruhi hati manusia yaitu keinginan yang ingin mencintai dan
memuja uang dan harta. Banyak dibentuk pemikiran-pemikiran dan usaha
bagaimana agar semanya itu menjadi harta dan uang, bagaimana mencari
jalan yang cepat untuk mencarinya yang sampai merajai hati dan pikiran
manusia. Belakangan ini banyaknya yang mencari kesenangan yang kemudian
menguasai hati dan pikiran manusia. Terlebih memperbaiki kehidupan
manusia sehingga lupa memperhatikan apa yang penting untuk kehidupan
spiritualnya. Jika tidak seimbang pembangunan fisik dan pembangunan
spiritual mudahnya orang tergoda dan terjatuh dalam hal materialisme.
Tetapi seharusnya setiap orang, keluarga dan bangsa bersungguh-sungguh
meningkatkan pembangunan mental spiritual.”[14]
Dari sini kita melihat bahwa sebenarnya kekayaan sangat mempengaruhi
pembangunan iman dan pembangunan spiritual dari pada setiap orang di
dunia. Demikian juga kita sebagai orang Kristen tidak juga terlepas dari
masalah kekayaan atau perebutan uang dalam kehidupannya.
Dalam konteks masalah manajemen keuangan, kami melihat bagaimana
pentingnya orang Kristen bisa mengelola uang. Karena persekutuan orang
Kristen adalah gereja, maka akan ada kesinambungan bagaimana orang-orang
Kristen mengelola keuangan dalam gereja. Sebab pada umumnya,
permasalahan yang timbul dari pada suatu “organisasi” berawal dari
masalah kekayaan atau pengejaran akan keuntungan. Jika menurut Larry
Burkett bahwa pengelolaan uang orang Kristen harus berlandaskan pada
alkitabiah, maka apa sebenarnya yang menjadi rahasia kegagalan
kebanyakan orang Kristen gagal dalam pengelolaan uang? Apakah kita puas
hanya dengan jawaban “sikap kita saja yang mempengaruhinya.”? Jika ya,
maka semua masalah keuangan di dunia terselesaikan.
Buku ini hanya menjawab masalah dari sudut pandang orang pertama yang
menekankan proses pengendalian diri dan manajemen diri sendiri, tetapi
jika kita melihat secara luas, bahwa pada dasarnya pribadi adalah bagian
dari pada masyarakat yang majemuk, tentu keberhasilan kita juga
dipengaruhi masyarakat. Kalau kita hanya memandang dari segi alkitabiah
memang semuanya kelihatan begitu indah, tetapi tidak semudah untuk
melakukannya. Inilah yang menjadi tantangan bagi orang Kristen dalam
gereja sekarang ini.
Gereja harus mampu mengatur keuangannya sendiri agar jemaat dapat
bertumbuh. Kegagalan gereja sendiri sering terjadi dari masalah
internalnya. John B. Pasaribu dalam bukunya juga melihat bahwa pada
kesempatan lain gereja juga yang sudah memasuki manajemen kepedulian dan
sesudah didalamnya mulai melihat dan tergiur bahwa kegiatan duniawi
sangat menarik dan menggiurkan, lalu mencari segala upaya untuk meraih
dan menikmatinya. Dua hal yang menyebabkan pelayan Tuhan baik pendeta
maupun lainnya terperosok dalam dosa, walaupun yang bersangkutan tidak
pernah mengakui dosa itu. Seperti uang atau kekayaan dan moral/dunia
maksiat. Ada yang terobsesi mencari uang dan kekayaan dan ada juga yang
memanfaatkan keadaannya sebagai hamba Tuhan untuk melakukan tindakan
amoral dan memasuki maksiat dunia sekalian. Pelayan firman harus
memiliki kekudusan sendiri, yang menjadi ciri khasnya. Keberadaan mereka
ditengah masyarakat luas perlu memiliki identitas dan mempertahankan
kekudusan itu.[15]
Lalu bagaimana gereja menjawab masalah internal ini, jika para pelayan
Tuhan yang dianggap kudus melakukan demikian, bagaimana dengan
jemaatnya? Berarti dalam Gereja butuh kepemimpinan yang sejati dalam
pengelolaan jemaatnya baik dari segi keimanan dan juga segi pembangunan
jemaat. Jadi intinya, gereja memang butuh pemimpin yang sejati dalam
pengolalaan gereja. Pemimpin yang teliti dan ulet dalam pelayanannya.
Radesman memberikan gambaran terhadap Kepemimpinan Kristiani bahwa
motivasi dan sasaran kepemimpinannya harus dilandaskan oleh aspek-aspek
iman Kristen yang bisa membantu memberikan dukungan kepada tugas
kepemimpinnya.[16] Setidaknya sasarannya adalah Kehendak Allah dalam
komunitas kerja, dan Ciri komunitas yang mendukung kehendak Allah.
Haryono Somarso melihat bahwa kelemahan atau titik lemah yang ada pada
setiap organisasi ada dalam Anggaran Keuangan. Anggaran Keuangan
dibutuhkan antara lain untuk pengetahuan tentang: Penyediaan dana baik
untuk investasi maupun operasional yang diharapkan tersedia dari
penyandang dana; masuk keluarnya dana dari hasil operasional yang ada
kaitannya dengan modal usaha; kekayaan usaha, apakah cukup dianggarkan
dengan “kekuatan sendiri”, atau harus ada bantuan dari perbankan atau
lembaga keuangan lainnya.
Tanpa suatu anggaran keuangan yang jelas dan transparan, maka usaha itu
akan berjalan dalam kegelapan. Kadang-kadang orang tidak bisa membedakan
antara uang kas ditangan dan uang yang masih berupa tagihan. Bisakah
tagihan itu berpindah menjadi uang kas di tangan? Tanpa anggaran
keuangan yang baik dan bisa dipercaya, maka akan benar-benar beroperasi
dalam kegelapan.[17]Utang yang terlalu besar juga dapat melumpuhkan
pelayanan sebuah gereja. Memang peminjaman uang secara bijaksana itu
dapat menentang para anggota gereja untuk beriman serta berkorban.
Tetapi utang yang sulit dilunasi itu dapat membayang-bayangi perjalanan
jemaat bertahun-tahun lamanya. [18]Bukan hanya keuangan gereja yang
dibukukan, tetapi keuangan dalam rumah tangga juga, artinya keuangan
pribadi. Karena betapa sering pelayan berhutang karena uang habis
sebelum pertengahan bulan atau sebelum minggu terakhir. Memang sebagai
pelayan uang kita tidak banyak tetapi sistem manajemen keuangan pribadi
itu tetap harus dikerjakan dengan baik. Akhirnya, Jahenos menyimpulkan
bahwa gereja itu adalah persekutuan orang-orang yang diutus Tuhan, sebab
itu perlu diadakan pengorganisasian yang baik agar memberikan pengaruh
kepada masyarakat.[19]
Masalah-masalah inilah yang menjadi kelemahan dalam pengelolaan uang
yang terdapat pada kehidupan sosial kita. Makanya harus dipahami bahwa
dalam pengelolaan uang yang baik tidak hanya butuh pribadi yang
spiritual tetapi juga komunitas yang mendukung dalam proses pengelolaan
yang benar.
2.3. Bahaya Uang
Masalah keuangan merupakan masalah yang pelik dan halus. Perkara ini
sering dan dibicarakan dalam kehidupan kepemimpinan. Tetapi justru
kegagalam hamba Tuhan terletak pada ketidakmampuannya mengurus keuangan
karena itu perlu mengurus keuangan hamba Tuhan. Oleh karena iitu, perlu
membuat pembukuan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran. Ini penting
untuk melatih diri untuk bertanggung jawab terhadap keuangan. Dan setiap
uang yang diterima gereja dari Tuhan harus dipertanggung jawabkan
kembali kepada-Nya. Dari belajar mempertanggung jawabkan keuangan itu
bermaksud untuk menjadi pemimpin di dalam gereja yang dapat
mempertanggung jawabkan keuangan yang dipercayakan oleh gereja kepada
para hamba Tuhan.
Dalam pelayanan hamba Tuhan di dalam gereja sering ditemukan campur
tangan dari istri pelayan terhadap manajemen keuangan gereja. Hal ini
tidak boleh terjadi karena akan dapat menimbulkan kecurigaan dari
jemaat. Karena belum tentu kita berbuat salah atau kecurangan tetapi
menimbulkan kecurigaan. Karena bila pelayan mempunyai kekuasaan,
istrinya ikut ambil bagian, mungkin saja orang berpikir bahwa kekuasaan
itu jadi wadah penyelewengan.
Mengapa hal itu perlu kita bicarakan?Sebab pelayan kehilangan
kepercayaan dalam keuangan, itu berarti pelayan itu sudah gagal. Bahkan
kegagalan total. Karena itu mulailah membuat pembukuan pribadi dengan
teratur sehingga pemasukan dan pengeluaran dapat dilihat dan
dipertanggung jawabkan dengan jelas. Karena pembukaan keuangan gereja
yang bertanggung jawab atau professional sering kali kurang
diperhatikan. Oleh karena itu, pelayan harus menjadi contoh dalam urusan
keuangan dalam rumah tangganya (bnd. Lukas 3:14 “Cukuplah dirimu dengan
gajimu” ; Filipi 4:11 “Belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan” ;
Ibrani 13:5 “Cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu.”[20]
Tuhan menyatakan bahwa uang memang merupakan alat penukar atau alat
pembayaran atau alat mendapatkan sesuatu. Namun diingatkan pula bahwa
manusia jangan cinta atau loba atau memburu uang atau menjadi hamba uang
sebagaimana terlihat dalam bagian Alkitab berikut ini
a. Untuk tertawa orang menghidangkan makanan, anggur meriangkan hidup dan uang memungkin semuanya itu (Pengkotbah 10:19)
b. Karena akar segala kejahatan adalah cinta uang. Sebab oleh
memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa
dirinya dengan berbagai-bagai duka. Tetapi engkau manusia Allah,
jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih,
kesabaran dan kelembutan (1 Timotius 6:10-11)
c. Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan
apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman : “aku sekali-kali
tidak akan membiarkan engkau dan aku sekali-kali tidak akan meninggkan
engkau (Ibrani 13:5).
d. Siapa yang mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa
mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Ini pun
sia-sia. Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang yang
menghabiskannya. Dan apakah keuntungan pemiliknya selain daripada
melihatnya? (Pengkotbah 5:9-10)[21]
2.3. Pengelolaan Uang
Bagaimana orang miskin dapat mengelola uang sedangkan ia tidak memiliki
uang? Pada dasarnya orang miskin menjadi semakin miskin karena tidak
bisa mengelola dengan baik. Pengelolaan uang seharusnya mengikuti
filsafat ekonomi yaitu: pemasukan harus lebih besar dari pada
pengeluaran. Dengan demikian maka tidak akan terjadi kemiskinan. Namun
memang penyebab kemiskinan itu sendiri bukan terletak pada masalah
pengelolaan uang, tetapi justru pada pribadi yang “MALAS”.
Kesuksesan orang dalam mengelola uang tidak terlihat dari hartanya saja
tetapi bagaimana seseorang itu memiliki jiwa diakonal. Aspek diakonal
yang dimaksud adalah bagaimana kita mengelola/menggunakan uang untuk
tujuan pelayanan atau untuk menolong. Jadi dengan aspek ini, kita
disarankan untuk tidak mencari dan menimbun harta untuk kepentingan kita
pribadi, tetapi bagaimana harta kita juga bisa menolong orang lain yang
membutuhkan namun bukan dalam rangka pemberian secara cuma-cuma. Jadi
kita juga memotivasi orang miskin tersebut untuk tidak hanya
mengharapkan belas kasihan saja, tetapi ia juga berusaha untuk bekerja
dalam memperbaiki kehidupannya. Usaha diakonal ini bisa kita lihat
dengan adanya bentuk peminjaman uang tanpa bunga baik pribadi maupun
organisasi.
Dasar teologi terhadap manajemen pengelolaan uang dapat kita ambil dari
Mat. 7:12 yaitu Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat
kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Nats ini dimaksudkan
bahwa pengelolaan uang yang seyogianya kita peroleh dari Allah sendiri
harus kita gunakan secara positif setidaknya lebih mendekatkan kita
kepada Tuhan Allah yang memberikan berkat itu sendiri. Semakin banyak
harta yang kita miliki hendaknya tidak membuat kita semakin sombong,
pelit, dan kikir dan bahkan melupakan Tuhan sebagai sumber dari
segalanya itu.
Pengelolaan uang harus juga dilakukan secara missioner, artinya dengan
menggunakan uang sebagai media kita untuk membuat orang lain lebih
percaya kepada Tuhan. Dengan uang kita menjadikan uang itu sebagai
sebuah cerminan kepada orang lain bahwa sebenarnya uang itu berasal dari
Tuhan. Dengan demikian, percaya kepada Tuhan bukanlah membuat kita
semakin miskin tetapi justru semakin kaya baik jasmani dan rohani. Jadi
dengan penggunaan uang kita juga mampu menyebarkan injil kepada orang
melalui kesuksesan dan kesaksian Tuhan yang telah bekerja membangun
keuangan kita.
Di dalam pengelolaan uang bagi jemaat yang miskin, gereja juga perlu
mengadakan beberapa metode pendekatan agar mereka dapat mengetahui bahwa
gereja turut memperhatikan rakyat yang miskin. Metode pendekatan yang
dilakukan yaitu dengan metode persuasif, edukatif dan akomodatif.
· Metode persuasif yaitu melakukan pendekatan melalui
penyuluhan-penyuluhan baik melalui ceramah maupun berkomunikasi langsung
dengan mereka karena ini akan membuat jemaat yang miskin lebih tertarik
di dalam mengelola uang yang lebih baik.
· Metode edukatif yaitu melakukan pendekatan dengan bersikap dan
bertingkah laku seperti pendidik, dengan sabar memberikan arahan dan
membimbing mereka untuk menggunakan uang dengan lebih baik.
· Metode akomodatif yaitu melakukan pendekatan dengan memberikan
jalan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh jemaat dalam
penggunaan uang.[22]
selanjutnya Kesimpulan dan saran
No comments:
Post a Comment