Apr 11, 2015

Papa Mama Ini Semua Isi Tabungan Saya (Tjiptadinata Effendi)

Malam itu hujan turun sangat deras. Saya dan istri ,berserta putra pertama kami yang belum genap berusia 6 tahun, duduk di kedai ,yang sekaligus merangkap tempat tinggal kami. Tidak ada listrik , karena sudah dua minggu aliran listrik diputus petugas, karena kami sudah dua bulan menunggak. Kami hanya ditemani sepotong lilin, sambil menikmati ubi merah rebus, yang masih hangat .
Gaji sebagai guru, baru akan diterima 5 hari lagi, bersamaan dengan beras 9 kilogram,yang disebut dengan istilah tunjangan in natura. Sedangkan gaji sebagai guru pada waktu itu,hanya mampu untuk bertahan hidup selama 2 minggu.Pada minggu selanjutnya, dengan menebalkan muka, sering kali kami harus utang dulu ,untuk sebungkus nasi rames,pada Koh San yang jualan nasi Padang dengan gerobak. Karena utang sudah menumpuk 3 bungkus nasi rames, saya tidak berani untuk ngutang lagi. Apalagi melihat kondisi Koh San,yang hanya sedikit lebih baik dari pada kehidupan kami.


Ada Ketukan di Pintu
Tiba tiba ada ketukan dipintu, yang mungkin lebih tepat dikatakan, ada orang yang mengedor pintu. Mungkin karena hujan derasdan kami tiak mendengarkan ketukan,maka ketukan pada pintu meningkat menjadi gedoran
Saya berdiri dan membuka pintu. Sebelum sempa saya persilakan masuk, seorang ibu sudah melangkah masuk dengan mengendong seorang anak ,dengan bermantelkan selembar plastik bekas.Ternyata bu Upik, tetangga kami,yang biasanya jualan sayur dikaki lima di pasar yang sama dimana kami tinggal.
" Maaf ya pa..bu., saya nyelonong masuk, karena dingin diluar dan anak saya sedang demamtinggi" ,kata bu Upik dengan wajah memelas.
"Ya nggak apa apa bu ,,silakan duduk",kata saya sambil menyodorkan sebuah kursi rotan yang sudah reyot.
" Kalau boleh saya mau pinjam uang pak,untuk beli obat deman anak ini, Suami saya sedang kerja malam. Taka da uang lagi dirumah. " Pinta bu Upik
Saya dan istri terdiam,Dalam hati saya berkata:" bu Upik ini masuk ditempat yang salah. Gimana mau pinjamkan uang, kami sendiri untuk makan harus utang . Tapi suara saya bagaikan tersekat dikerongkongan, takkuasa saya menolak,tapi juga tidak tahu , darimanabisa dapatkan uang.
Ada uang untuk modal jualan kelapa,kalau ini kami pinjamkan, berarti besokpagi,kami tidak ada lagi untuk modal jualan. Saya dan istri terdiam. Tiba tiba terdengar bunyi seperti ada sesuatu yang pecah di dalam. Saya ingat putra kami dan segera berlari kebalik dinding, dimana "kamar" tidur kami berada.diikuti oleh istri saya
Begitu masuk,saya bagaikan terpaku,menyaksikan apa yang sedang terjadi. Tabungan putra kami yang terbuat dari tanah liat,sudah pecah brantakan dilantai . Putra kami memegang tempurung kelapa dan didalamnya penuh dengan kepingan uang logam. Menyerakan kepada saya dan berkata lirih:" Papa mama…ini semua uang tabungan saya.. Kita kasih bu Upik ya,, untuk beli obat anaknya,, Kasian pa maa"
Kami berdua tak kuasa menahan air mata dan memeluk putra kami dengan penuh rasa haru… Ya Tuhan,,, ternyata putra kami yang belum genap 6 tahun.. sudah mengajarkan kami, bagaimana sesungguhnya hidup berbagi..
Padahal uang tersebut dikumpulkannya selama berbulan bulan. Setiap pagi ,ketika anak anak seusianya masih dikeloni ibundanya dalam selimut hangat, putra kami sudah bangun dan bekerja menolong mengumpulkan sabut kelapa . Karena pekerjaan saya adalah menjual kelapa yang sudah dikupas.. Sabut ini dikumpulkan dan setiap sore dijual kepada langganan kami tukang kue. Uang recehan hasil penjualan sabuk ini ,saya berikan kepada putra kami untuk dimasukkan ke celengan yang terbuat dari tanah liat. Maksudnya bila ia berulang tahun,sudah terkumpul uang untuk sekedar beli sebuah tar kecil.
Seluruh uang di serahkan ke Bu Upik
Seluruh uang yang ada di tempurung ,diserahkan ketangan bu Upik,yang begitu terharunya, sehingga tak henti hentinya memeluk dan menciumi putra kami." Dalam setiap Sholat, ibu akan selalu ingat namamu " kata bu Upik sambil memeluk putra kami.
Kisah ini adalah sudah lama berlalu.Kami bersyukur, keikhlasan untuk berbagi ini, selalu diterapkannya hingga dewasa Dan diikuti oleh kedua adiknya yang baru lahir beberapa tahun kemudian. Saat ini dengan penuh rasa syukur, saya dan istri , tinggal dirumah putra kami di Perth – Western Australia.
Iluka, 9 April , 2015
Tjiptadinata Effendi
Sumber: http://m.kompasiana.com/post/read/717310/2/papa-mama-ini-semua-isi-tabungan-saya.html
fm my bb
















No comments: